Pengalaman Terkena Santet Bahkan Sampai Meninggal
Ilmu santet memang sangat bangsat sekali. Ilmu santet sering digunakan untuk menyakiti orang lain dengan bantuan jin setan. Korban santet akan merasa kesakitan dan bahkan ada pula yang meninggal dunia.
Penyebab orang berani menyakiti orang lain dengan bantuan santet dikarenakan sudah buta mata dan hatinya. Hati yang sudah terpengaruh hasutan setan membuatnya rela melakukan apa saja. Apabila korban yang disakiti berhasil, dia akan semakin senang. Karena nafsu terpuaskan bila korbannya sakit.
Pengalaman santet yang pernah menimpa ayah saya terjadi pada tahun 2012 lalu. Pelaku santet ternyata bukan orang jauh, namun tetangga dekat rumah. Bermula ketika ayah saya sedang mengisi ngaji, tiba tiba jatuh di depan jamaah. Lantas dibawa ke rumah oleh jamaah dengan mobil.
Di rumah, ayah saya merasa kesakitan seperti orang saki struk. Salah satu tangannya tidak bisa digerakkan karena tidak berfungsi. Hampir satu tahun ayah tidak bisa ke mana mana. Keluarga sudah mendatangkan dokter dan sering pula bolak balik ke tukang pijat. Namun nihil. Kesembuhan ayah saya tak kunjung terlihat.
Suatu ketika, saat ada tamu muallaf dari Kalimantan, mengatakan bahwa ayah saya tidak sakit wajar. Seolah olah ada hal gaib yang berperan membuat ayah saya sakit. Orang Kalimantan tersebut bisa tahu karena dia sebelumnya memang bisa melihat gaib. Setelah perkataan orang tersebut, akhirnya keluarga berpikir negatif, apa benar sakit ayah saya terkena guna guna?
Hari demi hari terlalui. Keluarga berencana membawa ke orang pintar. Kebetulan ada teman ayah saya yang bisa mendeteksi gaib. Benar, katanya, ayah saya memang terkena santet. Pelaku santet bukan orang jauh, dekat rumah saja.
Perkataan orang dekat rumah yang melakukan itu membuat keluarga tak percaya. Kalau memang tetangga, lantas siapa pelakunya? Kok tega teganya dia melakukan itu pada tetangga sendiri.
Suatu malam, datanglah ke rumah seorang ustadz yang bisa ilmu gaib bersama adik ibu. Dia mencoba membantu memagari rumah dan membersihkan aura negatif sekitar rumah. Saat melakukan pemugaran itu, ustadz tadi mendapat serangan dari tetangga saya yang memang sudah mendeteksi kedatangannya. Dia melakukan perlawanan secara diam diam. Sampai sampai, saat pulang ke rumah, ustadz tadi tubuhnya terasa remuk. Tangannya sengkleh dan tidak berani kembali ke rumah saya lagi. Mungkin dukun santet tetangga saya ilmunya lebih tinggi dari ustadz tadi. Sampai pada akhirnya, ayah saya meninggal dunia di rumah sakit karena tak tertolong.
Penyebab utama tetangga bisa tega melakukan itu, dikarenakan penyakit iri dan hasud. Tetangga saya iri karena di kampung dia tidak laku mengisi ngaji, selametan, dll. Hampir semua orang kampung apabila punya hajat keagamaan, selalu mengundang ayah saya. Tetangga saya tadi diam diam iri dan ingin melenyapkan kiprah ayah saya di kampung.
Yang Hampir tidak habis pikir adalah setiap hari tetangga saya selalu menjadi imam di mushola sebelah rumah. Kadang juga mengisi ngaji di musholla itu. Pakaian sehari hari layaknya ustadz atau kiyai seharusnya menunjukkan sifat baik. Ternyata sifat baik yang dia lakukan hanyalah kepura puraan. Di depan keluarga saya dia baik. Tidak pernah ada gesekan sama sekali. Namun, di belakang itu, dia menyimpan iri dan hasud hingga dia berani melakukan hal tidak terpuji.
Barangkali penyakit hati menjadi penyebab tega melakukan kejahatan seperti itu. Saat ayah saya sudah tiada, dia merasa pede. Seakan saingan di kampung sudah tidak ada lagi. Namun setiap kejahatan pasti ada karmanya.
Pasca meninggalnya ayah saya, belum genap empat puluh hari, keluarganya berantakan. Dia cerai dengan istrinya. Anaknya menghamili anak orang lain. Dan kini dia sudah pergi dari kampung saya. Dia kawin lagi dengan perempuan lain luar kota. Bila main ke kampung, dia tak berani berkumpul dengan tetangga karena sudah banyak tetangga yang tahu rahasianya. Semakin tahun tubuhnya semakin sengsara. Hidupnya tidak bahagia. Kebahagiaan yang seharusnya diperoleh dengan cara menyingkirkan ayah saya, sirna sia sia. Bukan bahagia yang dia dapat, justru malah petaka. Bagaimana tidak, ayah saya meninggalkan yatim berjumlah lima anak. Ibu hanya pasrah pada sang kuasa. Ternyata Allah Swt sendiri yang membalasnya. Karena setiap yang diperbuat manusia pasti ada balasannya, baik langsung maupun tidak langsung.
0 comments:
Post a Comment